Berawal dari Magang Hingga Lulus Ujian Nasional Keperawatan Jepang

Berawal dari Magang Hingga Lulus Ujian Nasional Keperawatan Jepang, Ini Dia Tips dan Pesan dari Kak Anita dan Kak Pauline! — Part 1


Profil Kak Anita dan Kak Pauline

Potret Kak Anita dan Paulin di Jepang

(sumber: dokumentasi pribadi, @antrhyu &  @paulinea_am)


Yang ada di foto di atas (kiri) adalah Kak Anita Rahayu, atau yang bisa dipanggil Kak Anita. Merupakan lulusan jurusan Kebidanan dari Poltekkes Makassar, Kak Anita dulunya sempat bekerja dahulu sebelum akhirnya mengikuti program diklat di LPK Gunamandiri. Setelah mengikuti pembelajaran sekitar kurang lebih satu tahun, Kak Anita pun berangkat ke Jepang pada akhir tahun 2020. 

Sedangkan yang ada di foto bagian kanan adalah Kak Pauline. Kak Pauline sendiri merupakan lulusan D3 Keperawatan dari Poltekkes Palembang. Sebulan setelah wisuda di tahun 2019, Kak Pauline pun masuk ke LPK Gunamandiri. Bersamaan dengan Kak Anita, Kak Pauline berangkat ke Jepang di tahun 2020.

Di Jepang, Kak Anita dan Kak Pauline bekerja dengan kontrak 3 tahun di daerah Hyogo-ken, Himeji. Setelah kontrak magang tersebut habis, mereka melanjutkan bekerja di perusahaan yang sama dengan visa Tokutei Ginou, sambil berusaha untuk mengejar ujian nasional keperawatan Jepang (介護福祉士国家試験, kaigofukushishi kokka shiken). Akhirnya, usaha Kak Anita dan Kak Pauline pun membuahkan hasil. Mereka berhasil lulus ujian Kaigofukushishi yang dilaksanakan pada Januari 2024. 

Setelah mendengar kabar baik tersebut, tim LPK Gunamandiri pun mengajak Kak Anita beserta Kak Pauline untuk berbincang-bincang dan membagikan cerita serta tips mereka. Penasaran? Yuk cek di bawah ini!


Pengalaman Sebagai Caregiver di Jepang

LPK Gunamandiri (GM): Apa sih faktor yang membuat tertarik menjadi caregiver di Jepang?

Kak Anita (A): Dari awal cari peluang dulu. Kebetulan karena lulusan Kebidanan, tidak jauh berbeda dengan pekerjaan Caregiver. Memang ilmu medis saat belajar di Kebidanan tidak terpakai, tapi keperawatan dengan kebidanan itu masih berhubungan (masih nyambung). Intinya sebenernya awalnya nyari peluang dulu aja berhubung bidangnya masih nyambung dan gak jauh berbeda.

Kak Pauline (P): Emang awalnya pengen kerja ke luar negeri, apa pun itu kerjanya. Setelah jadi pemagang, menyadari bahwa profesi kaigo itu ada jenjang karirnya. Lalu kalau bisa lulus ujian kaigo kokka shiken pun ada beberapa keistimewaan yang bisa didapatkan. Dari sini pun tau dan makin tertarik untuk bekerja sebagai kaigo.

Selain itu, kebetulan dapat perusahaan yang baik dan sangat mendukung untuk belajar. Support yang diberikan dari perusahaan sangat luar biasa untuk belajar. Pembelajaran kaigo kokka shiken pun di-support oleh perusahaan. Karena itu rasanya jadi nyaman dan akhirnya melanjutkan di perusahaan yang sama.


GM: Selama menjadi caregiver, apa hal yang menyenangkan bagi Kak Anita dan Kak Pauline?

A: Ngobrol (kaiwa) dengan para lansia.

P: Rasanya seperti main bareng2 para lansia, walau kerja tapi rasanya kayak main bareng di sesi yang namanya recreation. …Saya sudah 3 tahun kerja di perusahaan ini, tapi tiap hari para lansia itu masih memperkenalkan diri lagi ‘hajime mashite’ (salam kenal) seperti orang baru kenal. Hal itu saya rasa lucu dan seru. 

Selain itu, ada juga lansia yang sudah sangat berumur, contohnya sudah 90 tahun. Dari mereka sering dapat pengalaman hidup dan nasehat (walau besoknya lupa sama kita). Sering dikasih nasehat, “hidup ini berat.. Walau ijimerareru, ganbattene.” Jadi sering juga ada lansia yang menguatkan kami. Sering juga main-main dengan para lansia, kadang-kadang tingkah mereka itu lucu. Intinya nyaman sih kerja sebagai kaigo.


GM: Benefit apa yang dapatkan selama bekerja di Jepang? Apa hal yang kakak pelajari dengan bekerja sebagai caregiver di Jepang?

A: Aku pernah kerja setahun lebih di klinik Indonesia sebelum masuk GM.. Cuman di sini (Jepang) itu benar-benar gijutsu, teknik, ilmu, itu benar-benar, “oh ternyata bisa kayak gini ya..” 

Kalau di Indonesia itu benar-benar nggak kelihatan gitu. Jadi ilmu yang didapat di Jepang itu benar-benar baru, jadi kayak pengen diaplikasiin di Indonesia, tapi kayaknya susah, nggak ada dukungan segala macam.

Jadi dari segi gijutsu-nya sih.. Kayak, “oh aku jadi bisa ngangkat orang yang kalau dilihat-lihat ini muri (gak mungkin) banget.” Tapi dengan teknik yang kita pelajari di sini itu jadinya gampang banget.

P: Lebih ke.. Merasa dihargai dan dimanusiakan. Walau misalnya lansia yang kita asuh itu anaknya dokter semua, terus ketika mereka datang jenguk orang tuanya, mereka itu membungkuk gitu, kayak, “makasih ya selama ini sudah dirawat”.

Terus kemarin juga ada yang baru ulang tahun 100 tahun, anaknya tuh ngebawain kue untuk para karyawan, terus bilang, “ini untuk minasan semua, berkat minasan, ibu saya bisa sampai 100 tahun,” dia sambil nangis bilang kayak gitu. Kayak.. Dia ini orang kaya banget, terus membungkuk 90 derajat bilang terima kasih ke kita, kita rasanya dihargai banget gitu. Kan kalau kita dihargai, kita jadi kerja terus, ngurusin itu tuh jadi lebih semangat, karena kita benar-benar merasa dimanusiakan sebagai manusia. Kalau di Indonesia itu uang yang berbicara gitu, kalau punya uang ya santai, mukanya benar-benar kayak, taidou (gerak-gerik) nya ya kayak, “aku orang kaya. Kamu disini tuh aku yang bayar, jadi ya terserah aku mau ngapain.” 

Kalau mereka (orang Jepang) tuh nggak, mereka mau orang kaya, mau statusnya apa pun, kayak benar-benar “osewani narimasu” (“terima kasih untuk segalanya”), “minasan no okage de haha ga hyakusai no tanjoubi mukaemashita.” (“berkat minasan, ibu saya dapat mencapai usia 100 tahun”). Kami dibelikan kue, kami dibelikan apa pun, jadi kami ya senang sebagai manusia yang dimanusiakan. Itu loh yang wah, di Jepang itu kayak gini ya.


GM: Selain dari segi teknik, apakah ada pelajaran kehidupan yang didapatkan selama bekerja menjadi caregiver di Jepang?

A: Jauh dari keluarga, berpenghasilan sendiri, harus pintar-pintar me-manage uang sendiri, jaga diri, jauh dari keluarga. Mungkin bukan dari pekerjaan, untuk kehidupan di sini itu kan segala-galanya kita urus sendiri ya, di Indonesia juga pernah pengalaman ngurus ini itu, itu beda banget kak pengalamannya. Ngurus (di sini) itu cepet. Antrinya bener-bener junbanteki (sesuai nomor urut), bener-bener diurus sesuai itu, di sini gak pakai uang atau orang dalam. Kita sama sekali gak ada apa2, gak ada uang ke sana, itu bisa (diurus). Jadi nggak usah pakai uang atau orang dalam pun cepet. Jadi kehidupan sosialnya benar-benar beda banget. Pelayanan sosial itu benar-benar beda banget.

P: Kayak misalnya ngurus bantuan, yang ngantri panjang, kan yang datang duluan itu ngantri, masuk duluan, terus karyawan di situ itu ngarahin, jadi walaupun sepanjang apa pun antriannya, tetap cepet, nggak ada yang (ngaku2), “aku yg datang duluan aku yg datang duluan”. Jadi yang datang terakhir pun sadar diri, “aku datang terakhir”.

A: Jadi meskipun dia orang tua, dia orang hamil, itu nggak ada sabetsu (dibedakan/didiskriminasi), jadi benar-benar merasakan antrian.

P: Mungkin kalau untuk orang hamil / orang tua, tetap antri, tapi ada kursi untuk duduk. Kalau yang sehat tetap berdiri, tapi tetap gak merubah antrian. Jadi ya kalau datang nomor 50, duduk, tapi tetap nomor 50. Benar-benar, Jepang benar-benar keren sih.

A: Walau kita orang asing, gaikokujin (orang luar negeri), mereka itu nggak membedakan nihonjin (orang Jepang) dan gaikokujin. Gak dibedakan, jadi kita rata.

P: Meskipun kalau denger-denger, kadang di beberapa tempat ada sabetsu karena gaikokujin jadi ada pengecualian. Tapi selama ini kami belum pernah nemuin sih, syukurnya.

P: Pelajaran kehidupan.. Kayaknya kayak yang saya bilang tadi, kita menghargai sesama manusia, kayak manusia itu ya manusia, terlepas dari status dan keuangannya, manusia ya manusia gitu. Bukan uang atau status yang berbicara, kita manusia ya saling membutuhkan. Jadi pelajaran kehidupannya, kalau kita menghargai manusia ya kita akan dihargai.


GM:  Tantangan saat kerja sebagai caregiver di Jepang itu apa sih?

A: Mungkin dari segi fisik karena harus mengangkat-angkat. Bahkan beban yang lebih berat dari berat badan kita pun (harus diangkat). Jadi lebih ke beban fisik, pulang-pulang cape langsung tidur. Setiap hari harus begitu, apalagi kalau ada harus menggantikan tugas orang yang gak masuk, jadi bebannya bertambah. “Hari ini harus lembur lagi, hari ini jam kerjanya lebih panjang. Walau ada uang lembur, tapi tetap rasanya fisik itu cape”.

Tapi, ningen kankei (hubungan sosial) sesama shokuin, ada beberapa orang lain yang terkena bullying (ijimerareru). Kalau saya Alhamdulillah baik-baik saja, karena itu sampai sekarang masih lanjut.

P: Fisiknya dikuras. Saya juga belum ada clash sama shokuin yang lain. Mereka baik, sih. Kalau menurut aku yang gak enaknya itu, kan kita bekerja dengan manusia (lain) ya. Kadang-kadang mereka itu rewel, merengek-rengek. Kadang-kadang kesabaran kita habis. Takutnya kita nggak bisa ngendaliin kesabaran, apa kita mukul atau kita nyubit.. Waktu ngangkat-ngangkat dari kursi roda ke kasur atau dari kasur ke kursi roda.. Kadang-kadang manusia itu kan bisa error ya, kalau misalnya jatuh, terus kenapa-napa, terus (amit-amit) meninggal.. Itu, kadang-kadang ada rasa takut, karena kita kerjanya itu berhubungan sama manusia.

A: Sama kayak ngurus bayi ya..

P: Iya, bayi besar

A: Kembali, harus hati-hati banget. Yukkuri.. Yukkuri.. Harus ngikutin pace mereka

P: Terus misalnya, (lansianya) baru pergi ke toilet, terus kita baru duduk di shokuin corner, eh (lansianya) bunyiin bel lagi. Lansianya, “belum, aku gak bohong, kamu yang bohong, orang aku belum ke toilet”. Begitu terus. Kalau mereka yang melakukan kekerasan ke kita, nggak terjadi apa-apa, karena mereka jatuhnya orang sakit. Tapi kalau kita sebagai orang waras nyubit dia, bisa ditangkap polisi karena penyalahgunaan/gyakutai/harassment. Harus banyak sabar pokoknya.


Kak Anita (kiri) dan Kak Pauline (kanan) (sumber : dokumentasi pribadi)

Nah, setelah membaca cerita-cerita Kak Anita dan Kak Pauline di atas, ada gak nih yang jadi pengen kerja ke Jepang juga, baik di bidang caregiver maupun bidang lain?! Yang tertarik, yuk daftar di LPK Gunamandiri!

Pstt.. ini baru part 1 loh minasan! Setelah ini, MinGM bakal bawain part 2 dari sesi tanya jawab bersama Kak Anita dan Kak Pauline. Ditunggu ya part 2-nya!

Minasan yang laki-laki bisa join Program Magang Umum  dan untuk minasan yang perempuan bisa join Program Magang Caregiver Jangan khawatir mengenai jurusan atau bahasa ya minasan! Kamu akan diajarkan bahasa Jepang dari awal dan kami pun menerima lulusan jurusan apapun! Kami tunggu pendaftarannya ya!